Senin, 29 Agustus 2011

Penyebab Rasa Geli Pada Manusia

Beberapa orang mungkin memiliki bagian sensitif yang berbeda, karena pada titik tersebut menghasilkan refleks geli dengan derajat yang bervariasi atau bahkan tidak sama sekali. Seseorang mungkin memiliki daerah sensitif dimana orang lain tidak merasakan apapun.
 
Telapak kaki, leher dan ketiak merupakan dua daerah dalam tubuh yang paling sensitif bagi kebanyakan orang. Hal ini karena pada telapak kaki memiliki konsentrasi Meissner’s corpuscles yang lebih tinggi. Ujung dari saraf ini akan membuat telapak kaki memiliki kadar geli yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lainnya.
 
Biasanya tempat yang paling geli adalah tempat yang sangat rentan terhadap serangan, setidaknya di sekitar bagian atas tubuh. Pada bagian ketiak mengandung pembuluh darah dan arteri, serta memungkinkan akses leluasa ke jantung karena tulang rusuk sangkar tidak lagi memberikan perlindungan kepada rongga dada di sekitar ketiak.
 
Hal yang sama juga berlaku pada bagian tubuh yang geli lainnya seperti leher. Karena tidak ada perlindungan dari tulang, maka secara otomatis seseorang akan bereaksi ketika daerah tersebut disentuh oleh orang lain. Sebagai tambahan, saraf reseptor yang dekat dengan permukaan kulit akan membuat sensitifitasnya makin tinggi.
 
Selain itu, leher juga mengandung bagian-bagian penting. Seperti karotid yang akan memasok darah ke otak serta batang leher yang membawa udara ke paru-paru juga terletak dibagian depan leher.
 
Peneliti juga menunjukkan bahwa cerebellum (otak kecil), yang merespons sentuhan akan menunjukkan aktivitas yang lebih saat diberi sentuhan yang mendadak dibandingkan dengan sesuatu yang telah diantisipasi. Jika otak sudah bisa mengenali sentuhan yang akan datang, hal ini akan membuat saraf respons tidak terlalu intens. Makanya seseorang tidak akan pernah berhasil menggelitik diri sendiri.
 
Seseorang yang tertawa saat digelitik dipengaruhi oleh faktor sosial, karena orang akan tertawa jika yang melakukan sentuhan tersebut adalah seseorang yang dekat atau sudah merasa nyaman satu sama lain seperti orang tua, sahabat, atau teman. Namun, jika yang melakukannya adalah orang lain, responsnya bukan tertawa tapi bisa saja menjadi marah.

1=2

Membuktikan sebuah aturan (teorema) dalam matematika sering menjadi tantangan tersendiri. Tetapi seringkali pembuktian yang diberikan itu tidak sesuai aturan yang telah berlaku.
Berikut, Anda diminta untuk membuktikan bahwa satu sama dengan dua. Setengah memaksakan diri, Anda melakukan pembuktiannya sebagai berikut.

Teorema:

1 = 2

Pembuktian:


Langkah 1 Misalkan a = b


Langkah 2 Maka a^2 = ab


Langkah 3 a^2 + a^2 = a^2 + ab


Langkah 4 2 a^2 = a^2 + ab


Langkah 5 2 a^2 - 2ab = a^2 + ab - 2ab


Langkah 6 2 a^2 - 2ab = a^2 - ab


Langkah 7 2 (a^2 - ab) = 1(a^2 - ab)


Langkah 8 Sehingga diperoleh 2 = 1 atau 1 = 2 ……………….. Terbukti


Apakah Anda melihat ada yang aneh dengan pembuktian di atas? Sekilas mungkin Anda akan melihat bahwa tidak ada yang salah dengan pembuktian di atas. Sebenarnya satu dari delapan langkah pembuktian teorema di atas ada yang keliru.


Sekarang kita cek satu persatu langkah-langkah pembuktian di atas.


Langkah 1 Merupakan asumsi awal yang kita gunakan. Maksudnya kita misalkan a itu mewakili sebuah bilangan yang sama dengan b (bilangan lainnya). Mungkin sedikit terasa aneh ketika digunakan dua simbol berbeda untuk menunjukkan bilangan yang sama, tapi secara matematika hal ini adalah sah.


Langkah 2 Kedua ruas dikalikan a. Jika dua bilangan adalah sama, maka ketika kedua bilangan itu dikalikan dengan sebuah bilangan yang sama, hasilnya juga akan sama. Jadi langkah kedua benar.


langkah 3 Kedua ruas ditambah a^2 . Serupa dengan langkah 2, jika dua bilangan sama, maka ketika keduanya ditambahkan dengan sebuah bilangan maka hasilnya akan sama. Langkah ini banar.


Langkah 4 Merupakan penyederhanaan dari langkah 3 di atas, bahwa a^2 + a^2 = 2 a^2 .


Langkah 5 Kedua ruas dikurangi ab. Serupa dengan langkah 2 dan 3, jika dua bilangan yang sama keduanya dikurangi dengan bilangan yang sama, maka hasilnya juga akan sama. Jadi langkah ini benar juga.


Langkah 6 Merupakan penyederhanaan dari langkah 5, bahwa a^2 - ab = a^2 + ab - 2ab .


Langkah 7 Menggunakan sifat distributif . Biasa diistilahkan distributif kiri untuk kasus di sini. faktorkan 2 di ruas kiri, dan 1 di ruas kanan. Langkah ini tepat, bisa diterima.


Langkah 8 Untuk “menghilangkan” bilangan dari kedua ruas, bisa dilakukan dengan cara membagi dengan bilangan yang sama. Untuk kasus ini, kita membagi kedua ruas dengan a^2 - ab . Agar hal ini bisa dilakukan, maka si pembagi (a^2 - ab ) haruslah sebuah bilangan yang bukan nol.


Karena di awal kita misalkan a = b mengakibatkan a^2 - ab = 0 , sehingga membagi kedua ruas dengan a^2 - ab tidak bisa dilakukan. Jadi langkah ini keliru.

Inflasi dan Deflasi


1. INFLASI
   Pengertian:Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.

Jenis,Inflasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100%.

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:Tarikan permintaan atau desakan biaya produksi.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik.

2. DEFLASI
   Pengertian:Dalam keuangan modern, deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat.

Penyebab:Jadi dapat disimpulkan bahwa ada 4 penyebab deflasi:Menurunnya persediaan uang di masyarakat,Meningkatnya persediaan barang,Menurunnya permintaan akan suatu barang,Naiknya permintaan akan uang.

Butir-butir Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Pengertian Hisab dan Rukyat

Ilmu Falak lazimnya seperti ilmu pengetahuan yang lain sedianya menjadi pencerahan, sesuatu yang bisa diterima oleh semua kalangan atas keseragaman yang dimiliki manusia, kemampuan berfikir. Falak sendiri bukan suatu cabang ilmu baru, pada abad keemasan Islam, Falak yang berarti ilmu pengetahuan yang memelajari lintasan benda-benda langit, seperti matahari, Bumi, bulan, bintang serta benda langit lainnya, mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Dalam khazanah intelektual Islam klasik, ilmu falak sering disebut dengan ilmu hisab, karena ilmu ini menggunakan perhitungan. Ilmu ini disebut pula ilmu miqat, karena mempelajari batas-batas waktu. Bisa juga disebut ilmu rasd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan. Namun, bahasan ilmu falak yang dipelajari dalam Islam adalah yang berkaitan dengan ibadah, sehingga pada umumnya ilmu falak ini mempelajari empat bidang, yaitu:
  1. Arah Kiblat
  2. Waktu Shalat
  3. Awal Bulan
  4. Gerhana
Di masyarakat yang umum dikenal, adalah ilmu hisab dan rukyat. Hisab dalam bahasa Arab berarti perhitungan atau hitungan, tujuannya adalah memperkirakan kapan awal suatu bulan Qamariyah, terutama yang berhubungan dengan waktu ibadah.
 
Adapun pengertian rukyat secara harfiah adalah melihat, arti yang paling umum adalah melihat dengan mata kepala. Jadi secara umum rukyat dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hilal. Sesuai dengan yang dicontohkan Nabi, rukyat dilakukan dengan mata telanjang, namun pengalaman seperti ini sangat individual dan subjektif
 
Di kalangan umat Islam saat ini, bisa dikata ilmu falak (Hisab dan Rukyat) belum begitu memasyarakat. Ini terlihat dari kecenderungan masyarakat untuk menyerahkan urusan penentuan jadual ibadah shalat, puasa atau pun hari raya ‘pada ahlinya’. Dalam hal ini pemerintah yang mewadahi Departemen Agama, bisa juga pada organisasi Islam, yang dianggap memiliki pakar yang kapabel di bidangnya.
 
Bahkan karena perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, begitu halnya ketika memulai Ramadan, sering dilakukan pada dua hari yang berbeda. Maka memunculkan stigma di masyarakat kalau antara Hisab dan Rukyat, merupakan dua hal yang bertolak belakang. Hal ini terutama dipicu oleh pihak-pihak yang mengeluarkan ’fatwa’ tentang waktu pelaksanaan hari raya dan ramadan. Ada yang mengklaim pihaknya menggunakan metode hisab, ada pula yang getol menggunakan metode rukyat
 
Padahal, kegiatan hisab dan rukyat merupakan kegiatan terpadu antara teori dan observasi. Sebab, melaksanakan kegiatan hisab sesungguhnya melakukan kegiatan yang sifatnya teori, sedang melaksanakan rukyat merupakan kegiatan  praktek dalam bentuk empirik atau observasi
 
Kedua kegiatan ini tidak dapat dipisahkan sebab lahirnya teori berangkat dari hasil obeservasi, dan perlunya observasi untuk membuktikan kebenaran teori yang telah digunakan
 
Begitu halnya dalam aspek pendidikan, ilmu ini cenderung ‘eksklusif’ diajarkan hanya pada golongan atau pihak tertentu. Misalnya pada jenjang universitas, ilmu ini hanya dibahas pada Fakultas Syariah, adapun pada jenjang sekolah menengah, ini masih terbatas pengajarannya pada sebagian pesantren. Padahal kalau melihat kenyataan di masyarakat, pengguna ilmu ini mencakup semua individu
 
Pada dasarnya perbedaan tersebut bukan hanya dipicu oleh dua metode, yaitu hisab dan rukyat, namun pada dasarnya dalam hisab dan rukyat terdapat beragam jenis yang berkembang kemudian. Saat ini yang lazim dikenal dari metode hisab dan rukyat tersebut adalah:
  1. Hisab
Dalam hisab sedikitnya ada empat aliran, yakni hisab urfi,   hisab haqiqi, hisab lokal dan hisab global
 
  • Hisab Urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Hisab urfi tidak selalu mencerminkan fase bulan yang sebenarnya. Ia hanya metode pendekatan.  Satu siklus fase bulan yang lamanya 29.53 hari didekati dengan 29 dan 30 hari (tentu akan aneh kalau ada tanggal 29.5) Karenanya, untuk keperluan ibadah, meru’yat (melihat) hilal secara langsung tetap harus dilakukan. Biasanya ru’yat dilakukan dalam penetapan awal Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan ibadah haji. Hisab urfi ini telah dipergunakan sejak zaman khalifah kedua, Umar bin Khattab r.a (tahun 17 H), dengan menyusun kalender Islam untuk jangka waktu yang panjang. Meski sangat praktis, namun karena tidak bisa menggambarkan penampakan hilal, maka dianggap kurang akurat untuk keperluan penentuan ibadah
 
  • Hisab Haqiqi, yaitu perhitungan posisi benda-benda langit itu serta memperhatikan hal-hal yang terkait di dalamnya. Hisab Hakiki dapat dibagi menjadi 2 macam yakni hisab wujudul hilal dan hisab imkanur rukyah
a). Hisab Wujudul Hilal. Hisab Wujudul-hilal menegaskan bahwa awal bulan qamariah (termasuk Ramadan dan Syawal) dimulai sejak saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtima’ dan Bulan pada saat itu belum terbenam masih berada di atas ufuk (horizon). Dengan demikian, secara umum, kriteria yang dijadikan dasar untuk menetapkan awal bulan qamariah adalah : (i) awal bulan qamariah dimulai sejak saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtima’, (ii) pada saat terbenam Matahari tersebut  Bulan belum terbenam atau masih berada di atas ufuk berapapun besarnya.
 
b).  Hisab Imkanur Rukyat. Awal bulan qamariah, menurut sistem hisab imkanur-rukyat, dimulai pada saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal sudah memenuhi syarat untuk memungkinkan dapat dilihat. Dengan demikian, untuk menetapkan masuknya awal bulan qamariah menurut aliran ini terlebih dahulu ditetapkan suatu kaidah mengenai posisi hilal (Bulan) di atas ufuk yang memungkinkan untuk dapat dilihat. Awal bulan baru itu ditetapkan berdasarkan posisi hilal dengan segala persyaratan yang telah ditetapkan, sehingga pada saat atau beberapa saat setelah terbenam Matahari sesudah ijtima’ orang mungkin dapat melihat hilal tersebut
  • Hisab Lokal, yaitu menghitung posisi bulan (dinyatakan dalam satuan derajat) sesudah magrib pada suatu daerah pengamatan. Hasil perhitungan lokal ini minimal berupa beda azimut (sepanjang horizon) posisi bulan/hilal dari titik terbenam matahari dan ketinggian bulan
  • Hisab Global, yaitu menghitung posisi hilal di seluruh dunia sehingga menghasilkan peta garis tanggal qamariyah yang analog dengan garis tanggal internasional
2.  Rukyat
     Rukyat dapat terbagi atas beberapa macam yaitu
  • Bil Qalbi. Pergantian bulan terjadi hanya dengan meyakini dalam hati bahwa saat itu sudah terjadi hilal. Tidak perlu menengok ke langit atau menghitung di atas kertas, yang penting percaya. Sebagian menyebut ru’yat ini sebagai melihat dengan mata batin
  • Bil Fi’li. Kelompok terakhir menafsirkan hadits secara harfiah, bahwa hilal harus dilihat dengan mata secara langsung. Ini pun masih menimbulkan tanda tanya, apakah harus dengan mata telanjang? Sebagian berpendapat bahwa hilal harus dilihat dengan mata langsung dan tidak boleh menggunakan alat yang memantulkan cahaya. Sedangkan sebagian yang lain memperbolehkan
  • Bil Ilmi. Mereka yang setuju dengan ru’yat ini menggunakan ilmu sebagai alat untuk melihat hilal. Tidak peduli apakah langit sedang mendung atau badai sekalipun, selama perhitungan di atas kertas mengatakan sudah terjadi hilal (bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam), pergantian bulan tetap terjadi

Perang Uhud

Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung kerugian materi yang tidak sedikit.

Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.

WAKTU KEJADIAN

Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya. Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu, pertengahan bulan Syawwal.


PENYEBAB PERANG


Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan akan mengancam keberadaan Quraisy.

Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin di Madinah.


JUMLAH PASUKAN


Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3 ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-Walîd sebagai komandan sayap kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl.

Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan Quraisy dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia akan dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat. Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita.


MIMPI RASÛLULLÂH SHALLALLÂHU 'ALAIHI WASALLAM


Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu (isyarat-pent) musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu (isyarat –pent-) kemenangan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi –Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu (isyarat) terhadap kaum Muslimin (yang menjadi korban) dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”.

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan dan kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud.

Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk mengambil tindakan terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan menyambut musuh di kota Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah?
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam cenderung mengajak para Sahabat bertahan di Madinah dan melakukan perang kota, namun sekelompok kaum Anshâr radhiallahu'anhum mengatakan,
“Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di jalan kota Madinah. Pada jaman jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan (dalam kota), maka setelah Islam kita lebih berhak untuk menghindarinya. Cegatlah mereka (di luar Madinah) !"
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersiap untuk berangkat. Beliau mengenakan baju besi dan segala peralatan perang. Setelah menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan. Akhirnya, mereka mengatakan:
“Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu, namun kalian mengajukan yang lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan katakanlah, “Kami mengikuti pendapatmu”".
Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullâh, sesungguhnya para pengikutmu saling menyalahkan dan akhirnya mengatakan, ‘Kami mengikuti pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini, Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :
‘Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan perangnya, maka dia tidak akan menanggalkannya hingga terjadi peperangan’.

Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa ‘Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan pendapat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah, namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan. Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishâq rahimahullah.

Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk menyongsong musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di hadapan musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat kesempatan untuk ikut dalam Perang Badar.

Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah.


PELAJARAN DARI KISAH

Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam Perang Uhud.