Sebagian orang menyebutkan kedermawanan Nobel karena penyesalannya telah membuat barang yang dapat membunuh orang secara massal. Maka, untuk menebusnya, ia menyisihkan sebagian hartanya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan perdamaian.
Alfred Bernhard Nobel lahir di Stockholm, Swedia, 21 Oktober 1833. Ia baru masuk sekolah pada usia 8 tahun. Baru setahun sekolah, ia ikut orangtuanya pindah ke St Petersburg, Rusia. Sang ayah, Immanuel Nobel, kemudian mendirikan pabrik torpedo dan ranjau.
Di tempat baru itu ia tidak lagi bersekolah melainkan belajar di rumah. Agar ia mendapat pengetahuan yang cukup, orangtuanya mendatangkan guru untuk mengajarnya. Pendidikan model itu ternyata cukup baik dan cocok dengan Nobel.
Pada usia 16 tahun, ia telah menguasai ilmu kimia. Ia juga mahir dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Swedia sebagai tanah kelahirannya. Dengan kemahirannya berbahasa itu, ia mencoba menulis puisi dan mengarang novel. Sayang, tidak selesai.
Tidak puas dengan ilmu yang didapatnya, ia pergi ke Paris untuk memperdalam ilmu kimia pada usia 17 tahun. Tahun berikutnya ia berangkat ke Amerika Serikat dan sempat menetap selama empat tahun di sana. Setelah itu ia kembali ke St Petersburg dan bergabung di perusahaan milik ayahnya.
Kepulangannya ke keluarganya itu bertepatan dengan terjadinya Perang Krim (1853-1856) antara Rusia melawan Inggris, Prancis, Turki, dan Sardinia. Torpedo dan ranjau produksi perusahaan ayahnya banyak dipergunakan dalam perang itu. Namun, ketika perang usai, Rusia tidak memerlukan lagi torpedo dan ranjau. Akhirnya, pabrik mereka pun bangkrut.
Setelah kebangkrutan itu, Nobel kembali ke Swedia dan mendirikan pabrik nitro gliserin, bahan peledak cair. Tahun 1864 pabrik itu meledak dan menewaskan lima orang karyawan termasuk adik Nobel, Emil. Pemerintah Swedia melarang Nobel untuk membangun kembali pabriknya di tempat yang sama.
Kejadian itu tidak membuat Nobel putus asa dan patah semangat. Ia kembali melakukan eksperimen penaklukan nitro gliserin. Tanpa sengaja, ia melihat nitro gliserin yang cair itu menetes ke tanah yang berkapur. Perpaduan antara nitro gliserin dengan tanah berkapur itu maka lahirlah dinamit yang cukup aman. Ia pun memproduksi dinamit dan menjadi kaya raya.
Namun, seiring dengan penggunaan dinamit sebagai senjata dalam peperangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban, Nobel pun menyesal. Akhirnya, dalam wasiatnya menyebutkan agar sebagian hartanya disumbangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan perdamaian.
Alfred Bernhard Nobel lahir di Stockholm, Swedia, 21 Oktober 1833. Ia baru masuk sekolah pada usia 8 tahun. Baru setahun sekolah, ia ikut orangtuanya pindah ke St Petersburg, Rusia. Sang ayah, Immanuel Nobel, kemudian mendirikan pabrik torpedo dan ranjau.
Di tempat baru itu ia tidak lagi bersekolah melainkan belajar di rumah. Agar ia mendapat pengetahuan yang cukup, orangtuanya mendatangkan guru untuk mengajarnya. Pendidikan model itu ternyata cukup baik dan cocok dengan Nobel.
Pada usia 16 tahun, ia telah menguasai ilmu kimia. Ia juga mahir dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Swedia sebagai tanah kelahirannya. Dengan kemahirannya berbahasa itu, ia mencoba menulis puisi dan mengarang novel. Sayang, tidak selesai.
Tidak puas dengan ilmu yang didapatnya, ia pergi ke Paris untuk memperdalam ilmu kimia pada usia 17 tahun. Tahun berikutnya ia berangkat ke Amerika Serikat dan sempat menetap selama empat tahun di sana. Setelah itu ia kembali ke St Petersburg dan bergabung di perusahaan milik ayahnya.
Kepulangannya ke keluarganya itu bertepatan dengan terjadinya Perang Krim (1853-1856) antara Rusia melawan Inggris, Prancis, Turki, dan Sardinia. Torpedo dan ranjau produksi perusahaan ayahnya banyak dipergunakan dalam perang itu. Namun, ketika perang usai, Rusia tidak memerlukan lagi torpedo dan ranjau. Akhirnya, pabrik mereka pun bangkrut.
Setelah kebangkrutan itu, Nobel kembali ke Swedia dan mendirikan pabrik nitro gliserin, bahan peledak cair. Tahun 1864 pabrik itu meledak dan menewaskan lima orang karyawan termasuk adik Nobel, Emil. Pemerintah Swedia melarang Nobel untuk membangun kembali pabriknya di tempat yang sama.
Kejadian itu tidak membuat Nobel putus asa dan patah semangat. Ia kembali melakukan eksperimen penaklukan nitro gliserin. Tanpa sengaja, ia melihat nitro gliserin yang cair itu menetes ke tanah yang berkapur. Perpaduan antara nitro gliserin dengan tanah berkapur itu maka lahirlah dinamit yang cukup aman. Ia pun memproduksi dinamit dan menjadi kaya raya.
Namun, seiring dengan penggunaan dinamit sebagai senjata dalam peperangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban, Nobel pun menyesal. Akhirnya, dalam wasiatnya menyebutkan agar sebagian hartanya disumbangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan perdamaian.
0 komentar:
Posting Komentar